PALU, Bahanaindonesia.com – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tengah ( (Sulteng) mengecam dugaan tindakan pengusiran wartawan saat melakukan peliputan dalam rapat yang dipimpin Wakil Bupati Parigi Moutong bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Senin (20/10/2025) pagi.
Insiden tersebut terjadi dalam forum pembahasan soal tambang ilegal yang selama ini menjadi sorotan publik. Menurut PWI Sulteng, tindakan mengusir wartawan adalah bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik dan pelanggaran atas kemerdekaan pers yang dijamin undang-undang.
“Pengusiran wartawan saat bertugas adalah tindakan melawan hukum. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi kebebasan pers. Bahkan pelaku dapat dikenai pidana penjara hingga 2 tahun atau denda Rp500 juta,” tegas Udin Salim, Wakil Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Wartawan PWI Sulteng dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
PWI menilai, agenda rapat yang disampaikan melalui grup WhatsApp (WAG) Press Room secara implisit merupakan undangan kepada media. Oleh karena itu, tidak seharusnya wartawan dihalangi untuk meliput kegiatan tersebut.
Lebih lanjut, PWI menekankan bahwa isu tambang ilegal merupakan masalah serius yang telah menjadi perhatian pemerintah pusat. Presiden Prabowo Subianto bahkan menegaskan bahwa penertiban tambang ilegal merupakan salah satu prioritas nasional, karena menyangkut kerusakan lingkungan, kehilangan pendapatan negara, dan konflik sosial di daerah.
“Tambang ilegal bukan urusan internal daerah semata, ini isu nasional. Maka keterlibatan pers dalam peliputan sangat penting sebagai bentuk kontrol publik,” tegas Udin Salim.
Atas insiden itu, PWI Sulteng menyatakan sikap tegas, menilai bahwa rapat bersifat terbuka jika tidak ada pernyataan eksplisit mengenai status tertutup.
PWI juga mendesak Wakil Bupati Parigi Moutong, Dinas Kominfo, dan Bagian Prokopim segera memberikan klarifikasi dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada insan pers.
PWI Sulteng mendukung langkah wartawan yang merasa dirugikan untuk melaporkan insiden tersebut ke Dewan Pers, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Sulteng. Bahkan, menugaskan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PWI untuk memberikan pendampingan hukum jika diperlukan.
PWI menegaskan bahwa setiap wartawan yang bekerja sesuai kaidah jurnalistik berhak mendapat perlindungan, bukan intimidasi.