PALU – Tidak bisa dipungkiri, pasca bencana Tsunami, Gempabumi dan Likuefaksi di Wilayah Sulteng 2018 lalu, perhatian Pemerintah Pusat terhadap Daerah Sulteng sangat menonjol.
Perhatian itu dapat dilihat dari genjotan pembiayaan pembangunan dan perbaikan sejumlah infrastruktur yang lumpuh di Kabupaten/kota di Sulteng yang hingga kini terus berjalan.
Kegiatan pembangunan ini dibiayai dari APBN dan Bantuan Bank Dunia yang dilekatkan pada Kementrian PUPR melalui sejumlah Balai – Balai yang ada diwilayah Sulteng.
Kegiatan proyek ini telah dimulai sejak 2019, 2020 dan 2021, Buntutnya, ditengarai ada sejumlah proyek telah dikerjakan dilapangan tidak maksimal akibat tidak efisiennya proses evaluasi tender
Selain itu, berkembang pula isu, karena pemenang dengan penawawan harga terendah menjadi alasan tidak maksimalnya sejumlah kegiatan.
Bahkan, isu pedasnya ada pula rekanan pelaksana kegiatan diduga tidak cukup pengalaman dan kemampuan dilapangan dan tidak melibatkan pemberdayaan kontraktor lokal di Sulteng.
Menjawab semua itu, Kepala Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Sulawesi Tengah, Ronny Adriandi, S.T., M.T mengatakan hingga kini pihaknya sudah berkerja sesuai aturan yang berlaku dan membantah keras sejumlah isu yang kerap menerpanya.
“Tugas dari pada kami BP2JK cuma sekedar mengurus administrasi proyek di tender, sedangkan tugas dari PPK (Pejabat Pelaksana Kegiatan) dan Kepala Satker (Satuan Kerja) di 4 Balai di Sulteng di lingkup Kementerian PUPR, mengawasi dan mengavaluasi pekerjaan di lapangan,” ujar Roni Adriandi saat berdiskusi santai dengan sejumlah wartawan terhimpun di Pena Sulteng (Persatuan Wartawan Lokal Sulawesi Tengah), dan PWRI Sulteng, di ruang kerjanya di kantor BP2JKW Sulteng, di Jalan Gunung Bosa, di Kota Palu, Senin kemarin, 22 Maret 2021.
Ia juga menekankan kepada wartawan, membantah semua tudingan soal sejumlah pekerjaan yang terkesan lamban, bahkan diduga mangkrak saat ini, akibat dibentur-benturkan dengan persoalan memenangkan rekanan dengan penawaran harga terendah.
“Menang dengan harga terendah itu bukan kemauan saya, tapi sistem yang menyatakan demikian, namun harga terendah itu tidak mesti menang, makanya ada namanya evaluasi Pokja (Kelompok Kerja).
Dalam lelang itu kalau ada penawaran dibawah 80 persen, juga ada kewajaran evaluasi harga, sehingga kita bedah HPS masing-masing, intinya tidak semata-mata harga terendah itu pasti menang, semua melalui proses tim peniliti,” ungkap Kabalai BP2JKW Sulteng.